Tuesday, August 2, 2011

Ketika cinta kepentok status dan suku

Sore ini jam 15.35 WIB dipuri imperium.

Sebenarnya bingung juga untuk memulai tulisan ini namun tiba-tiba saya mendapat ide untuk mengulas sebagian darimasa lalu dan menjadi problematika yang tak kunjung usai mungkin bagi banyak pasangan diluar sana.
Percintaan adalah ketika sepasang muda mudi menjalin kasih dan berani membuat komitmen untuk melanjutkan hidup bersama berdua melalui ikatan pernikahan. Saya yakin anda tahu semua itu. Tapi terkadang hubungan percintaan yang sehat adalah justru dimana kita mengalami gejolak, permasalahan, silang pendapat baik kepada pasangan maupun kepada kelurga yang terkait karena menyatukan persepsi pada dua kepala atau lebih itu adalah sulit.
Simplenya adalah apakah anda -bagian dari pasangan yang sedang merajut jalin asmara- merasa serba klop dengan pasangan anda? apakah anda -maaf- seiman? apakah status sosial anda sama? apakah bebet bobot keluarga anda sama? apakah anda termasuk suku yang berada didalam list keluarganya?
Sepele namun rumit. Bisa saja atas nama cinta apalah arti semua itu? Dengan kekuatan cinta mungkin anda bisa melalui (bukan tagline sailormoon)
Oke cukup sampai disitu. Saya akan mengulas satu-satu menurut pendapat saya sendiri, jadi kalau ada beda-beda pendapat silahkan saja :)

Seiman : jelas diharuskan. Saya yakin semua agamapun menganjurkan seperti itu. Saran saya memang itu syarat nomor satu yang harus anda laksanakan. Karena apa? ketika anda nekad untuk tidak memperdulikan itu dan mengganggap anda bisa melaluinya dengan menikah diluar negeri misalnya -sukur-sukur enggak kumpul kebo- anda harus memikirkan bagaimana dengan perasaan orang tua anda, keluarga anda, saudara-saudara anda, dan yang pasti Tuhan anda. Lalu jika itu tetap terjadi karena cinta anda yang terlalu menggebu-gebu, pikirkan nasib anak anda nantinya yang diharuskan mengerti dan memilih salah satunya.
Itu mungkin dampak kecilnya saja, belum dosa-dosanya. Oke keputusan ada ditangan pribadi anda sendiri.


Bagaimana dengan status sosial? hmmm..rasanya tidak fair ketika kita sebagai manusia menentukan status sosial seseorang. Tuhan saja tidak pernah mempermasalahkan dan membeda-bedakannya. Tapi itulah salah satu dinamika hidup. Jarang oleh anak seorang jutawan, menteri, atau presiden sekalipun yang mau melepas anaknya untuk menikah dengan orang yang jauh levelnya dengan mereka. Lihat saja cerita sinetron yang selalu menggunakan status sosial sebagai senjata mereka untuk menganiaya menantunya -saya rasa anda sudah punya gambaran sendiri bagaimana bayangan penganiayaannya- So, atas dasar apa seseorang bisa menetukan dan menyepelekan status sosial orang lain? malu? oh naif sekali. Jika saya dibegitukan, misalkan saya dari keluarga miskin sekalipun, saya tidak akan meratapi nasib tapi justru saya akan mengubah nasib saya sendiri menjadi orang berhasil, sukses, dan diakui di mata Tuhan yang terpenting sebab definisi sukses menurut saya adalah berhasil dalam hubungan ibadah dengan Tuhan baru sosialisasi kepada sesama manusia.

Lanjut ke bebet bobot dan status suku. Apalah bedanya bebet bobot dengan status sosial. Mereka itu berkaitan erat. Hanya saja mungkin kalau status sosial lebih mengukur kepada sejauh mana dan seberapa besar materi yang miliki sedangkan untuk bebet bobot lebih kepada seberapa baik keturunan dari keluarga dia. Memang untuk bebet bobot Nabi Muhammad SAW sendiri menganjurkan untuk mencari pasangan dari keturunan keluarga baik-baik. Hal ini bisa mempengaruhi tingkah laku dan bakal calon pasangan dan keturunan kita nanti.
Masalah suku sendiri sebenarnya masalah klasik yang rumit. Entah pendapat darimana kalau dari suku A tidak boleh dengan suku B. Yang terjadi pada banyak kasus -dan saya pernah mengalaminya- bahwa orang sunda itu untuk perempuan-perempuannya terkenal dengan image boros, sukanya dandan aja, tidak pintar, dan untuk cowonknya katanya tukang kawin alias playboy. Mungkin image-image tersebut melekat karena kebanyakan dari mereka memang begitu. Lantas bagaimana dengan saya yang notabenenya sunda keturunan?? memang sih saya agak boros, tapi kayanya cuma itu saja. Lalu bagaimana dengan perempuan-perempuan sunda lain yang kepalang jatuh cinta dengan pria jawa? karena katanya jawa itu gak cocok dengan dengan sunda. Entah itu wasiat atau kebiasaan darimana dan kapan. Lalu wanita jawa dengan pria dari pulau sebrang itu juga tidak terlalu direkomendasikan.


Artikel ini tidak memuat unsur SARA, tapi saya hanya ingin sharing dengan teman-teman jika berada diposisi mereka, ketika cinta kepentok status dan suku, apa yang akan anda lakukan?

4 comments:

  1. Alhamdulillah Saya sedang "merontokkan" hal-hal demikian... Saya orang Sulawesi, ternyata Saya Boros juga lhooo... :) Saya rasa Boros ga ad hubungannya dengan Gen, itu hanya kebiasaan yang bisa di ubah kooq.. :)
    Oya, Saya juga saat ini punya hubungan dengan orang Jawa... Saya rasa selama Perilaku kita tidak negatif dan selalu menjunjung tinggi etitude yang positif (sopan santun, ramah, menghormati, menghargai) itu MODAL utama..
    Untuk sekedar mengingatkan, bahawa Rasullah SAW berasal dari Keluarga yang MISKIN. di hina oleh musuh-musuh (tidak ada derajat dimata orang)...

    So... hare geneh masih nyinggung SARA, duuuuwwwchhh Ga GAHOL bangetz dagh... :p

    ReplyDelete
  2. bethul sekali ka, gak gahol!! hahaha..
    hari gini harusnya nilai keimanan dan tanggung jawab yang dari pasangan yang dinilai :)

    ReplyDelete
  3. hari gini harusnya nilai keimanan dan tanggung jawab yang dari pasangan yang dinilai :) ---> gw suka yang ini! *kok komenin komen yak, bukan komenin isi blog hahay :p

    ReplyDelete